Kamis, 24 Februari 2011

kata cinta...^^


Cinta..bagaikan lautan..
sunggh luas&indah..
ktika Qt trsentuh tepiny yg
sejuk..
ia mengundang utk
melngkah lebih jauh
ketengah..
yg penuh
rintangan&gelombang..
...
tpi..carilah cinta yg sejati..
dilautan cinta berbiduk
taqwa..
berlayarkan iman..
berpandukan
AlQur'an&AsSunnah..
insyaAllah smpai kpd
tujuan..
yaitu cinta krn Allah..
mengharap ridha Allah..!
Hasbunallah wani'mal wakiil
Ibnu Taimiyah: "Tdk akn ada
rsa cinta yg dmiliki makhluk
yg lbh bsar &smpurna dr
cinta org2 mukmin kpd
Alloh, Dan tdk ada d alam
ini yg terlalu dcintai karena
dzat-Nya slain Alloh. Dan
sesuatu slain Alloh yg
dcintai mk cintanya mngikuti
cinta Alloh"

Jumat, 18 Februari 2011

potret wanita shalihah........^^

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh bagi seorang perempuan yang bersuami untuk membelanjakan harta pribadinya (tanpa seizin suaminya)” (HR Abu Daud no 3546, Nasai no 3756, Ibnu Majah no 2388 dan dinilai al Albani sebagai hadits hasan shahih).
Mungkin hadist ini telah melekat di hati seorang isteri sekaligus seorang ibu, sebut saja ia bernama ummu zahrah.
Pada suatu hari beliau ditelp oleh seorang sahabat karib beliau yang mana sahabat beliau ini berjualan gamis dan kerudung (sebuah pakaian penutup aurat yang syar’i).
Assalamu’alaikum…. ya ukhti.. afwan mengganggu, ana sedang menyelesaikan sebuah jahitan gamis (jilbab) dan kerudung (khimar), mungkin ukhti mau memilih salah satu dari hasil jahitan tangan ana, insya Allah kalo tidak keberatan nanti ba’da ashar ana ke rumah ukhti”, kata sahabat karibnya ummu zahra via telp.
Wa’alaikumussalam wr wb ya ukhti…. wah subhanallah… anti sangat rajin sekali ya menjahit, syukron atas tawarannya ya ukhti, namun afwan, suami ana sedang tidak di rumah hari ini, ana tidak tahu apakah suami ana ridha atau tidak jakalau ana pesan atau membeli jilbab dan kerudung tersebut tanpa sepengetahuannya”, kata ummu zahrah.
Subhanallah, untuk membeli sebuah pakaian penutup aurat saja ummu zahrah tidak mau melakukannya. Beliau sadar bahwa Islam melarang seorang isteri membelanjakan harta tanpa sepengentahuan dari suaminya.
Sauadaraku, timbullah pertanyaan yang melintas di benak kita, berapa banyak wanita yang ada seperti beliau di zaman ini? Berapa banyak wanita yang patuh akan suaminya? Dan timbul pertanyaan pula seberapa banyak wanita yang meneriakan apa yang disebut sebagai sebuah kebebasan. Apalagi kita hidup dizaman sistem kufur demokrasi, dimana kebebasan merupakan sebuah ”harga mutlak” pada setiap perbuatan penganut paham ini. Iyah…. kebebasan berpnedapat, kebebasan menentukan nasib, kebebasan berskpresi, kebebasan yang kebablasan.
Mereka berlomba-lomba mengeskpresikan diri dimkancah publik (diluar rumah) dengan tanpa memperdulikan bahaya dan mudharat yang senantiasa mengintai. Tak hirau dengan pendidikan anak-anaknyadi rumah. Enggan berfikir apakah amanah suami berupa kehormatan diri dan keluarganya terjaga atau tidak. Tidak pernah peduli apakah suaminya ridha ataukah tidak. Naudzubillahi min dzalik.
Cernalah kata-kata dari Ummu Zahrah kepada suaminya, ”Abi, Umi ikhlas dengan apapun yang abi berikan kepada umi dan anak-anak kita, Umi tidak menuntut harta yang melimpah, Umi hanya menginginkan agar Abi menjadi Imam Umi dan keluarga dalam mencari keridhaanNya semata ya Abi. Jika suatu hari nanti Abi menyimpang dari syari’at Allah maka jangan salahkan Umi jika saat itu Umi meminta Abi mentalak Umi jika Abi tidak bertobat kepadaNya.”
Subhanallah… begitulah seharusnya sikap seorang wanita yang benar-benar memiliki sebutan sebagai wanita shalihah. Seorang wanita yang sebagai isteri betul-betul mengharapkan ridhaNya Allah dalam berumahtangga. Serta mengingatkan suaminya dikala terjatuh pada jalan yang keluar dari jalurnya.
K.H. Abdullah Gymnastiar pernah berkata, ”Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri”
Dalam Al-Quran surat An-Nur: 30-31, Allah Swt. memberikan gambaran wanita shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya. Ia selalu taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up- nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah dzikir kepada Allah. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al-Quran.
Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, wanita shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make up apa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia “polos” tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya.
Wanita shalihah sangat memperhatikan kualitas kata-katanya. Tidak ada dalam sejarahnya seorang wanita shalihah centil, suka jingkrak-jingkrak, dan menjerit-jerit saat mendapatkan kesenangan. Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi. Dia sadar betul bahwa kemuliaannya bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah).
Sebuah kisah kecil akan menutup dan melengkapi tulisan ini.
Ummu Zahrah mengandung anak ke duanya, dengan penuh kasih sayang dan perhatian sang suami bertanya kepada isterinya, ”Umi, apa tidak ingin ke dokter saja untuk USG?” lalu apa jawaban dari isterinya, ”Abi, sedikitpun Umi tidak pernah berprasangkan buruk kepada Allah SWT.” Subhanallah…..
~Wanita shalihah idaman mujahid shalih yang malunya menjadi perisai dirinya, dzikirnya menjadi penawar dirinya, tak gentar di kancah godaan duniawi karena rindukan wangian syurgawi, dia berpegang pada janji yang terpatri di lubuk hati…
Telah di nukilkan panduaan sepanjang zaman, itulah lirikan utama buatmu memilih calon isteri. Tiap baris itu telah menjadi hafalanku sejak aku mengenal dunia baligh ini.~