Aku kembali merebahkan diri di
ranjang kami, “masih ada waktu 15 menit, tak mengapa kupejamkan mata untuk
menanti kehadiran shubuh” pikrku. Baru beberapa detik aku berada di atas
ranjang, kuperhatikan sesosok tubuh di sampingku, adikku menelentangkan
tangannya.. “ngulet tho..” pekikku.. “mengapa lama sekali..?”, “
innalillah..Robby..” segera kunyalakan lampu dan kubuka pintu, ku panggil
penghuni wisma yang lain..
“dek Altaf.. dek Altaf..
astaghfirulloh.. astaghfirulloh..” kupegangi pipinya dan ku miringkan
tubuhnya.. “sendok.. mana sendok..?” teriakku kepada penghuni wisma lainnya..
ku lihat mereka juga panik. Salah seorang memberiku sendok dan sehelai slayer
milikku. Kumasukkan sendok yang sudah terlilit kain ke dalam mulut dek eli,
tapi tak bisa, “dek liaa..” panggilku, adikku yang satu pun sigap dan langsung
memasukkan sendok ke dalam mulut dek eli.. ku lihat kebelakang, beberapa
penghuni wisma sudah berada disekeliling ranjang kami..
“fajar
kelabu..” desirku..
Dek Altaf masih terlihat kejang.
Ketika ia kejang memang tak boleh ada perlakuan apapun selain memasukkan sendok
ke dalam mulut dan memiringkan tubuhnya. Hal ini bertujuan agar gigi tak
menggigit lidah, dan supaya tidak tersedak. Karena saat kejang adikku
memproduksi ludah cukup banyak. Badanku terasa gemetar, ini bukan pertama
kalinya adik sekamarku kejang.
Adzan shubuh berkumandang, sedangkan
dek eli belum sadar dari kejangnya. Sendok masih tertancap di mulutnya. Tapi
tangan dan kaki sudah mulai melemas.
“sholatnya gentian saja..” kataku pada
nisa..
“ia, ukhty.. dek Altaf dijaga dulu..”
jawabnya
Ku lihat teman teman yang lain sudah
menunaikan sholat sunnah, aku belum berani meninggalkan adikku sendiri.
Badannya terasa sudah melemas, ini berarti fase kejang sudah terhenti. Ia
tersadar dan mengeluarkan sendok yang tertancap dimulutnya sendiri. Ku
katakana, “tidur saja dek, kalau pusing”. Ia melanjutkan tidurnya seoalah tak
terjadi apa-apa.
Penderita kejang memang tak pernah
menyadari kalau ia baru kejang, ia beru “ngeh” kalau ada yang memberi tahunya,
dan semakin sadar jika lidahnya terasa perih akibat digigit.
Ini bulan Mei, dek Altaf mulai kejang
sejak bulan Februari. Tiap bulan ia mengalami kejang. Bahkan di bulan april ia
kejang dua kali, siang dan tengah malam. Aku sebagai kakak di wisma kami,
sekaligus teman sekamarnya yang merasa sangat was was. Sejak dek Eli kejang aku
tak bisa tidur nyenyak, sedikit-sedikit mendengar sesuatu aku terbangun.
“Robby.. aku tahu kau menghendaki ini
bukan tanpa tujuan, yang bisa ku ambil adalah dengan ini semua kami semakin
dekat, penghuni wisma semakin sigap..”
Malam malam pada pertengahan bulan april
adalah malam paling menegangkan, dek Altaf kejang cukup lama dan tidak bisa
digambarkan suasana mencekam saat itu , gemetaran, panas dingin, pusing itulah
yang kurasakan. Dan di “Fajar Kelabu” ini, hmm.. hal itu kembali terjadi tepat
satu bulan setelah peristiwa malam mencekam itu..
:) :'( .. ekspresi apa yang tepat untuk kejadian menegangkan di
wisma kami akhir2 ini..? #hufhht.. aku tak tahu..
Malam tegang bersama kejangnya adikku sayang,
malam tegang karena maling yang berkeliaran. Takut sangat takut itu yang
kurasa, tapi ekspresi itu tak mungkin kuperlihatkan pada belasan adik2ku..
“stay cool” di depan mereka tapi menangis kala sendiri.
“Rabby.. aku tahu Engkau sangat sayang
kami, aku tahu ini bagian dari rahmatMu.. yakinku, dibalik peristiwa ini pasti
ada ibrah yang bisa di ambil. Kami semakin kompak. Kami semakin sadar bahwa ini
adalah teguran dariMu, barangkali kami lalai dalam mengingatMu, barangkali kami
sering menghabiskan waktu untuk hal hal yang sia- sia..”
“ Rabby.. lindungi kami dimanapun kami
berada, kuatkan kami dan adik2 kami.. berikan balasan kepada orang- orang yang
menzhalimi orang lain..”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar